Selasa, 29/01/2013
Jakarta, Beberapa pihak mengatakan zat baru yang mencuat dalam kasus Raffi cs, chatinone belum diatur di Indonesia. Namun UU No...
Namun UU No 35/2009 menyebutnya sebagai narkotika golongan I, pengedarnya bisa diancam hukuman mati.
Chatinone, atau dalam Bahasa Indonesia disebut Katinona digolongkan sebagai narkotika golongan I yang hanya boleh dipakai untuk keperluan riset. Untuk keperluan medis sekalipun, narkotika golongan ini tidak diizinkan, apalagi untuk keperluan rekreasional.
Ancaman hukuman atas kepemilikan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman berkisar antara 4 tahun hingga 12 (dua belas) tahun serta denda antara Rp 800 juta hingga Rp 8 miliar. Sanksi serupa juga berlaku bagi yang menyimpan tidak dalam bentuk tanaman.
Dalam bentuk tanaman, kepemilikan lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon bahkan bisa diancam dengan hukuman seumur hidup. Sedangkan dalam bentuk bukan tanaman, sanksi hukuman mati juga bisa dikenakan pada kepemilikan sebanyak lebih dari 5 gram.
Sanksi yang lebih berat adalah hukuman mati bagi yang memproduksi atau menyalurkan narkotika golongan I lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon, atau 5 gram dalam bentuk bukan tanaman. Sanksinya paling berat untuk pelanggaran ini adalah hukuman mati.
Meski demikian, penjatuhan sanksi hukum bagi pengguna narkoba jenis apapun selalu menjadi kontroversi. Beberapa kalangan lebih memilih untuk memposisikan pengguna sebagai korban, sementara yang seharusnya dikriminalkan adalah bandar serta pengedarnya.
"Seharusnya sasaran target operasi BNN (Badan Narkotika Nasional) lebih ke jaringannya, mengurangi siklusdemand-supply," Edo Agustian, Koordinator Sekretariat Nasional PKNI (Persaudaran Korban Napza Indonesia) saat dihubungi detikHealth, Selasa (29/1/2013).
Menangkap para pengguna apalagi dari kalangan selebritas dinilai Edo bagus untuk pencitraan, tetapi mencederai semangat dekriminalisasi pengguna narkoba. Padahal menurut Edo, Indonesia turut menyepakati konvensi Wina tahun 2009 untuk menggunakan pendekatan kesehatan dalam membina korban narkoba.
(up/vit)
Namun UU No 35/2009 menyebutnya sebagai narkotika golongan I, pengedarnya bisa diancam hukuman mati.
Chatinone, atau dalam Bahasa Indonesia disebut Katinona digolongkan sebagai narkotika golongan I yang hanya boleh dipakai untuk keperluan riset. Untuk keperluan medis sekalipun, narkotika golongan ini tidak diizinkan, apalagi untuk keperluan rekreasional.
Ancaman hukuman atas kepemilikan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman berkisar antara 4 tahun hingga 12 (dua belas) tahun serta denda antara Rp 800 juta hingga Rp 8 miliar. Sanksi serupa juga berlaku bagi yang menyimpan tidak dalam bentuk tanaman.
Dalam bentuk tanaman, kepemilikan lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon bahkan bisa diancam dengan hukuman seumur hidup. Sedangkan dalam bentuk bukan tanaman, sanksi hukuman mati juga bisa dikenakan pada kepemilikan sebanyak lebih dari 5 gram.
Sanksi yang lebih berat adalah hukuman mati bagi yang memproduksi atau menyalurkan narkotika golongan I lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon, atau 5 gram dalam bentuk bukan tanaman. Sanksinya paling berat untuk pelanggaran ini adalah hukuman mati.
Meski demikian, penjatuhan sanksi hukum bagi pengguna narkoba jenis apapun selalu menjadi kontroversi. Beberapa kalangan lebih memilih untuk memposisikan pengguna sebagai korban, sementara yang seharusnya dikriminalkan adalah bandar serta pengedarnya.
"Seharusnya sasaran target operasi BNN (Badan Narkotika Nasional) lebih ke jaringannya, mengurangi siklusdemand-supply," Edo Agustian, Koordinator Sekretariat Nasional PKNI (Persaudaran Korban Napza Indonesia) saat dihubungi detikHealth, Selasa (29/1/2013).
Menangkap para pengguna apalagi dari kalangan selebritas dinilai Edo bagus untuk pencitraan, tetapi mencederai semangat dekriminalisasi pengguna narkoba. Padahal menurut Edo, Indonesia turut menyepakati konvensi Wina tahun 2009 untuk menggunakan pendekatan kesehatan dalam membina korban narkoba.
(up/vit)
No comments:
Post a Comment